Ad2Stream, Jakarta – Poin tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus melemah membikin para pengusaha semakin cemas. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman mengatakan, pelemahan mata uang rupiah akan memukul berbagai sektor industri, termasuk industri makanan dan minuman (mamin). Menurutnya, kondisi ini menambah beban bagi pengusaha yang sudah menghadapi berbagai tantangan lain. Seperti biaya produksi yang naik dan daya beli konsumen yang menurun.
“Karena banyak bahan baku dan biaya lain dalam US$,” katanya kepada Ad2Stream, Kamis, 20 Juni 2024.
Dia menjelaskan bahwa sebagian besar bahan baku untuk industri makanan dan minuman masih sangat bergantung pada impor. Misalnya, kebutuhan gula sepenuhnya diimpor 100 persen dari luar negeri. Begitu pula, bahan susu yang digunakan dalam industri ini masih bergantung pada impor sekitar 80 persen.
Sementara itu, untuk bahan seperti kedelai dan garam, masing-masing diimpor sebanyak 70 persen dari total kebutuhan industri. “Selain itu, bahan tambahan pangan seperti perasa dan lain-lain juga masih banyak yang diimpor,” kata Adhi, menambahkan penjelasannya.
Tak hanya itu, beban biaya operasional industri juga terus meningkat akibat kenaikan ongkos transportasi yang signifikan. Tarif pengapalan, ujar Adhi, melonjak hingga 3 sampai 4 kali lipat dari sebelumnya. “Di sisi lain, ekspor pun semakin kompetitif karena para pembeli juga merasakan tekanan yang sama, sehingga mereka meminta harga yang lebih baik,” tambahnya.
Untuk itu, GAPMMI ingin agar industri makanan dan minuman (mamin) tetap konsisten dalam menjaga tingkat produksi guna memenuhi permintaan yang terus meningkat dari konsumen. Meskipun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa tantangan terkait harga bahan baku dan laba perusahaan semakin berat dan kompleks.
Berdasarkan hal tersebut, industri perlu mengantisipasi dengan menerapkan sistem efisiensi yang lebih baik serta mencari opsi sumber energi yang dapat diperoleh dari lokal ataupun negara lain sebagai alternatif. Selain itu, penting untuk memperkuat produksi di hulu sehingga ketergantungan terhadap bahan baku impor dapat semakin dikurangi.
Sejalan dengan itu, GAPMMI meminta pemerintah untuk mengambil langkah antisipatif dengan menjalankan intervensi terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus berfluktuasi. Langkah ini penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi kepentingan industri dalam negeri.
Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan untuk segera merevisi aturan tata tertib Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang saat ini dinilai menjadi beban bagi industri. Revisi tersebut harus dilakukan agar tidak menghambat pertumbuhan industri nasional dan dapat mendorong peningkatan daya saing produk lokal di pasar internasional.
Pemerintah juga dinilai perlu memikirkan insentif ekspor untuk mendongkrak devisa. Adhi menyatakan bahwa perlu dipikirkan insentif ekspor yang lebih efektif agar semakin banyak membantu menambah devisa negara.