Ad2stream – Gus Miftah. Beberapa waktu lalu, media sosial Indonesia diramaikan dengan potongan video yang memperlihatkan ketegangan antara Gus Miftah, seorang ulama dan tokoh publik, dengan Yati Pesek, seniman ketoprak yang sudah berkarya sejak lama. Video tersebut menampilkan momen di mana Gus Miftah mengeluarkan kata-kata yang dianggap menghina, seperti “lnte” dan “gblok”, ketika berdialog dengan Yati Pesek. Situasi ini segera menjadi viral dan menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat Indonesia.
Latar Belakang Yati Pesek
Yati Pesek bukanlah nama asing dalam dunia seni pertunjukan, khususnya ketoprak. Sejak tahun 1966, dia telah menjelajahi berbagai panggung, mulai dari Wayang Orang Jati Mulya Kebumen hingga Ketoprak Plesetan. Kepiawaiannya dalam seni peran sudah teruji selama puluhan tahun. Dalam wawancaranya dengan Erick Estrada, Yati Pesek mengungkapkan rasa sakit hati atas perlakuan Gus Miftah. “Ya, aku cuma diam saja walaupun sebenarnya hatiku ya sakit sekali,” ujarnya, menandakan bahwa meski ia berada dalam dunia hiburan, dia tetap manusia yang mampu merasakan penghinaan.
Menjaga Budaya
Dalam penuturannya, Yati Pesek menggarisbawahi pentingnya menjaga budaya dan disiplin seorang seniman. “Kok aku sama Miftah dibilang kayak begitu,” katanya. Dia menjelaskan bahwa seluruh hidupnya dihabiskan untuk melestarikan seni dan budaya, tanpa pernah mengharapkan imbalan uang. Menjadi seniman baginya adalah tentang memberikan kontribusi positif kepada masyarakat dan budaya yang diperjuangkan.
Respons Gus Miftah
Setelah video tersebut viral dan menuai kritik, Gus Miftah, yang dikenal sebagai sosok dengan karakter kuat dalam berdakwah, tidak menunda untuk meminta maaf. Dalam pernyataannya, ia mengaku tidak akan mengubah gaya dakwahnya, tetapi akan lebih berhati-hati dalam memilih kata. “Secara prinsip semua orang punya gaya dakwah masing-masing, punya karakter masing-masing,” ujarnya. Hal ini mengisyaratkan bahwa meskipun ada multitasking dalam kehidupan sosial dan spiritual, pemilihan kata sangatlah penting untuk menjaga kenyamanan dan etika dalam berinteraksi.
Implikasi Sosial
Kejadian Gus Miftah hina Yati Pesek ini menggarisbawahi betapa pentingnya menjaga etika dan kesopanan, terutama di hadapan publik. Dalam dunia yang semakin terhubung berkat media sosial, kata-kata yang tidak hati-hati dapat menyulut kontroversi dan memecah belah masyarakat. Ini menjadi pengingat bagi semua, tidak hanya bagi tokoh publik, tetapi juga masyarakat umum untuk lebih berpikir sebelum berbicara, terutama saat berhadapan dengan orang lain.
Kesimpulan
Kontroversi yang melibatkan Gus Miftah dan Yati Pesek menjadi cerminan akan tantangan yang dihadapi oleh pemuka agama dan seniman di era modern ini. Keduanya mewakili dua sisi dari koin, di mana seni dan spiritualitas saling berhubungan. Di satu sisi, kita memiliki kebutuhan untuk melestarikan dan menghargai budaya, sedangkan di sisi lain, kita perlu memperhatikan cara berkomunikasi yang santun dan mendidik. Masyarakat perlu belajar dari peristiwa ini untuk menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan saling menghargai.
Semoga kejadian ini menjadi pelajaran bagi semua pihak tentang pentingnya komunikasi yang baik dan santun dalam interaksi sosial kita. Mari kita teruskan seni budaya Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab!