Ad2stream – Siluman Buaya. Desa Kedungpeluk, yang terletak di Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo, telah menjadi sorotan publik setelah sebuah insiden yang menghebohkan: ambrolnya jembatan di atas Sungai Kedungpeluk. Peristiwa ini tidak hanya menarik perhatian masyarakat karena dampaknya terhadap infrastruktur, tetapi juga karena adanya kaitan antara kejadian tersebut dengan mitos lokal, yaitu Tedak Kroman, yang dipercaya sebagai siluman buaya. Fenomena sosial yang viral di media sosial ini mencerminkan bagaimana kepercayaan masyarakat setempat dapat saling terkait dengan peristiwa yang terjadi di lingkungan mereka.
Sungai Kedungpeluk memiliki peranan penting sebagai jalur akses bagi warga desa menuju lokasi tambak, di mana mereka mengandalkan kehidupan sehari-hari. Namun, di balik kehidupan pragmatis ini, terkandung berbagai cerita dan misteri yang telah memupuk kepercayaan masyarakat selama bertahun-tahun. Tedak Kroman, misalnya, diyakini muncul dalam bentuk manusia, sering kali berupa sosok tua, ketika para petani berangkat menuju tambak mereka. Dalam pandangan masyarakat lokal, siluman ini bukan sekadar dongeng, melainkan entitas yang patut dihormati dan diwaspadai.
Sebagaimana yang divulgasi oleh Arwan, seorang warga berusia 65 tahun, interaksi langsung dengan sosok Siluman Buaya tidak jarang terjadi. Ia menceritakan pengalamannya saat melihat sosok perempuan tua yang muncul dan menghilang secara misterius di pinggir tambak. Kejadian ini kemudian diiringi dengan munculnya seekor buaya di sungai. Menyusul penampakan tersebut, hasil panen tambak mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bagaimana kehadiran Tedak Kroman dipandang sebagai pertanda baik atau buruk bagi kehidupan masyarakat desa.
Kepastian Arwan bahwa Tedak Kroman bukanlah fiksi belaka dikukuhkan oleh kepercayaan masyarakat yang terus terjaga. Kades Kedungpeluk, Muhammad Madenan, juga menyatakan bahwa meskipun asal-usul cerita tentang Siluman Buaya masih samar, kepercayaan ini tetap sering dipegang teguh oleh masyarakat. Dalam beberapa kegiatan, seperti hajatan, masyarakat menyediakan sesaji atau persembahan, berharap agar Tedak Kroman berkenan hadir dan memberikan berkah.
Mitos Siluman Buaya memberikan gambaran yang kaya tentang bagaimana kepercayaan lokal dapat memengaruhi tindakan serta perilaku masyarakat. Dalam konteks ini, mempersembahkan sesaji pada saat hajatan menunjukkan bentuk penghormatan sekaligus penyadaran akan kekuatan yang mungkin tidak terlihat, tetapi diyakini berpengaruh pada kesejahteraan komunitas. Masyarakat percaya bahwa dengan merawat hubungan baik dengan Tedak Kroman, mereka dapat menghindari malapetaka dan mendapatkan berkat.
Kehadiran Tedak Kroman menciptakan dinamika menarik antara kepercayaan dan kenyataan. Sementara jembatan yang ambrol menciptakan kerugian fisik, mitos ini mengajak masyarakat untuk tetap melihat sisi spiritual dari kehidupan mereka. Keterlibatan masyarakat dalam merawat tradisi ini tidak hanya menjadi penanda identitas budaya mereka, tetapi juga sebuah ungkapan kolektif dalam menghadapi tantangan yang ada.
Dalam kesimpulannya, peristiwa ambrolnya jembatan di Desa Kedungpeluk menjadi lebih dari sekadar insiden struktural; ia mengingatkan kita tentang kekuatan mitos dan kepercayaan yang mengaitkan masyarakat dengan lingkungan sekitar. Tedak Kroman, sebagai cerminan dari tradisi, menyatu dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, menggambarkan hubungan yang kompleks antara realitas dan spiritualitas yang terus berlangsung hingga kini. Mitos ini, seperti sungai yang mengalir, menghubungkan generasi, meninggalkan jejak di hati para penghuninya.