
Ad2Stream, Jakarta – Kemendag RI Diserang WTO Uni Eropa 5 Kasus Ini Jadi Incaran. Tak Hanya Nikel, Ini 5 Kasus RI yang Dihadapkan Uni Eropa di WTO
Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI menyatakan bahwa saat ini terdapat lima kasus kebijakan Indonesia yang bersinggungan dengan Uni Eropa (UE) di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional, Bara Krishna Hasibuan, mengungkapkan bahwa kasus pertama antara Indonesia dan UE terkait dengan kebijakan pelarangan ekspor nikel mentah dari Indonesia yang ‘dihambat’.
“Kita mengetahui bahwa ada lima kasus di WTO antara kita dan Uni Eropa. Salah satunya adalah kasus nikel yang diajukan oleh Uni Eropa,” jelasnya kepada Ad2Stream Jakarta Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip pada Kamis (13/6/2024).
Di samping itu, Bara mengungkapkan bahwa ada kasus lain yang melibatkan minyak sawit (CPO). Selain itu, terdapat pula kasus stainless steel dari Indonesia di Morowali yang dikenakan bea masuk tambahan (countervailing duty).

Ajuan Kasus Gugatan Kemendag di WTO
“Setelah itu, kami mengajukan empat kasus. Kasus kedua berkaitan dengan CPO. Kasus ketiga menyangkut stainless steel. Baja ini diproduksi oleh pabrik di Morowali dan dikenakan countervailing duty,” tambahnya.
Bara menyatakan bahwa kasus tersebut disebabkan oleh tudingan UE bahwa produksi stainless steel di Indonesia didukung oleh subsidi dari Pemerintah Tiongkok.
“Dan dinamakan sebagai subsidi transnasional. Bagi mereka, hal ini adalah sesuatu yang salah. Meskipun menurut ketentuan WTO, hal ini sama sekali tidak diatur,” jelasnya.
Kasus lainnya, tambahnya, termasuk pengajuan Indonesia mengenai tarif biodiesel yang masuk ke Uni Eropa. Selain itu, ada pula kasus terkait produk turunan minyak sawit, seperti asam lemak, yang dikenakan bea masuk anti-dumping.
“Kemudian, yang keempat adalah terkait biodiesel. Kami juga telah mengajukan hal ini. Sebab, mereka mengenakan biaya pada biodiesel kita yang masuk ke pasar Uni Eropa. Hal kelima yang terakhir adalah mengenai asam lemak. Asam lemak ini merupakan produk turunan dari CPO. EU mengenakan bea anti-dumping pada produk ini,” jelasnya.
Bara mengungkapkan bahwa posisi Indonesia berada dalam dilema karena di satu sisi, Indonesia perlu menjaga hubungan baik dengan UE, tetapi di sisi lain, Indonesia juga bertekad untuk mengatasi perlindungan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).
“Ini cukup menantang hubungan kita dengan Uni Eropa. Di satu sisi, kita ingin menyelesaikan perlindungan CEPA, Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif. Di sisi lain, kita juga sedang menghadapi lima kasus aktif di WTO,” ujarnya.