Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) baru-baru ini mengidentifikasi tiga masalah kesehatan utama yang menjadi perhatian serius bagi sektor kesehatan di Indonesia. Masalah-masalah tersebut mencakup krisis kesehatan akibat penyakit tidak menular, rendahnya tingkat kesejahteraan tenaga medis, dan kesenjangan akses pelayanan kesehatan antar daerah. Dalam pernyataan resminya, PB IDI menekankan pentingnya langkah-langkah konkrit dari pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi tantangan ini demi mencapai sistem kesehatan yang lebih baik dan merata.
1. Penyakit Tidak Menular (PTM): Ancaman Kesehatan yang Terus Meningkat
Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, diabetes, kanker, dan hipertensi menjadi salah satu masalah kesehatan utama yang dihadapi Indonesia. PB IDI mencatat bahwa angka prevalensi PTM di Indonesia semakin meningkat seiring dengan perubahan gaya hidup, pola makan, serta kurangnya aktivitas fisik di kalangan masyarakat. Berdasarkan data, lebih dari 70% penyebab kematian di Indonesia saat ini disebabkan oleh PTM, yang mencerminkan betapa seriusnya masalah ini.
Ketua Umum PB IDI, Dr. Daeng M. F. F. Alamsyah, mengatakan bahwa penanggulangan PTM memerlukan pendekatan yang holistik, melibatkan promosi gaya hidup sehat, serta deteksi dini dan pengelolaan penyakit secara lebih efektif. Menurutnya, edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pola hidup sehat harus dilakukan secara lebih intensif, dengan memperkenalkan pentingnya pola makan yang seimbang, olahraga, dan pemeriksaan kesehatan secara rutin.
“Penanganan PTM membutuhkan waktu yang panjang dan kesadaran masyarakat yang tinggi. Tidak hanya lewat pengobatan, tetapi lebih kepada pencegahan. Hal ini memerlukan kerjasama antara pemerintah, tenaga medis, dan masyarakat,” ujar Dr. Daeng dalam keterangannya.
2. Kesejahteraan Tenaga Medis: Masalah yang Terabaikan
Selain masalah PTM, PB IDI juga menyoroti kondisi kesejahteraan tenaga medis di Indonesia. Menurut organisasi ini, tenaga medis, terutama dokter dan tenaga kesehatan lainnya, masih menghadapi berbagai tantangan dalam hal kondisi kerja, beban tugas, dan penghargaan atas jasa mereka. Hal ini semakin terasa terutama di daerah-daerah terpencil, di mana banyak dokter harus bekerja dengan fasilitas dan sumber daya yang terbatas.
PB IDI mengungkapkan bahwa banyak tenaga medis yang mengalami kelelahan akibat jam kerja yang panjang dan tekanan tinggi di fasilitas kesehatan. Selain itu, kurangnya insentif dan tunjangan yang memadai membuat banyak tenaga medis merasa kurang dihargai. Kondisi ini, menurut PB IDI, berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat.
Untuk itu, PB IDI mendesak pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga medis melalui penyesuaian gaji, tunjangan, serta fasilitas kerja yang lebih baik, terutama bagi mereka yang bertugas di daerah terpencil dan kurang berkembang. “Kami berharap ada kebijakan yang lebih baik yang dapat meningkatkan kesejahteraan tenaga medis, karena mereka adalah garda terdepan dalam menjaga kesehatan masyarakat,” tegas Dr. Daeng.
3. Kesenjangan Akses Kesehatan Antar Daerah
Masalah ketiga yang disoroti PB IDI adalah kesenjangan akses terhadap layanan kesehatan yang masih sangat terasa antar daerah di Indonesia. Meskipun pemerintah telah berupaya untuk memperbaiki infrastruktur kesehatan, namun kenyataannya, masih banyak daerah di luar Jawa dan kota-kota besar yang kesulitan mengakses fasilitas kesehatan yang memadai.
PB IDI mencatat bahwa di beberapa wilayah Indonesia, terutama di daerah pedalaman dan kawasan timur, fasilitas kesehatan masih sangat terbatas, dan tenaga medis yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang membutuhkan layanan. Hal ini menyebabkan banyak pasien, terutama mereka yang membutuhkan perawatan medis segera, terpaksa menunggu lama atau bahkan tidak mendapatkan penanganan yang tepat waktu.
“Kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah sangat penting untuk mengatasi masalah ketimpangan ini. Program pemerintah seperti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memang sudah ada, tetapi masih ada banyak daerah yang kesulitan mengakses layanan medis berkualitas,” ujar Dr. Daeng.
PB IDI menyarankan agar pemerintah mempercepat pembangunan fasilitas kesehatan di daerah-daerah yang membutuhkan, serta memperhatikan distribusi tenaga medis secara lebih merata. Penggunaan teknologi informasi, seperti telemedicine, juga diusulkan sebagai salah satu solusi untuk meminimalisir kesenjangan akses layanan kesehatan di wilayah terpencil.
Upaya Bersama untuk Meningkatkan Kesehatan Masyarakat
Untuk mengatasi tiga masalah utama tersebut, PB IDI menekankan pentingnya kerjasama antara pemerintah, tenaga medis, dan masyarakat. Selain itu, peningkatan anggaran kesehatan yang lebih besar juga dianggap penting untuk mendukung program-program yang dapat mengatasi masalah-masalah tersebut.
PB IDI juga mendorong pemerintah untuk terus meningkatkan program-program yang sudah ada, seperti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang dianggap sebagai langkah maju untuk memberikan akses kesehatan yang lebih merata di seluruh Indonesia. Namun, menurut PB IDI, evaluasi dan perbaikan terhadap sistem ini perlu dilakukan agar manfaatnya lebih dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk mereka yang tinggal di daerah-daerah terpencil.
“Masalah kesehatan adalah tantangan bersama. Dengan kerja sama yang baik antara semua pihak, kami yakin masalah-masalah ini bisa diatasi dan Indonesia bisa mencapai sistem kesehatan yang lebih baik,” ujar Dr. Daeng.
Kesimpulan
PB IDI telah mengidentifikasi tiga masalah kesehatan utama yang perlu segera diatasi di Indonesia: meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular, kesejahteraan tenaga medis yang kurang diperhatikan, dan kesenjangan akses layanan kesehatan antar daerah. Ketiga masalah ini memerlukan perhatian serius dari semua pihak, baik pemerintah, tenaga medis, maupun masyarakat itu sendiri. Dengan langkah-langkah yang tepat dan kerjasama yang solid, Indonesia dapat memperbaiki sistem kesehatan yang ada dan mencapai kesehatan yang lebih merata bagi seluruh rakyatnya.