Ad2stream, Jakarta – Dampak dari Ibu Kota Jakarta Pindah. Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah. Menanggapi penerapan hukum baru dari Pemerintah Provinsi Jakarta tentang tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Untuk hunian dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di bawah Rp 2 miliar. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 16 Tahun 2024.
Menurutnya, penerapan tarif PBB tersebut bukan karena pasca Covid-19, melainkan karena DKI berubah menjadi DKJ (Daerah Khusus Jakarta). “Sekarang diberlakukan tarif kembali karena Jakarta tidak lagi menjadi Ibu Kota. Itu berkaitan dengan pendapatan,” kata Trubus kepada Ad2Stream pada Selasa, 18 Juni 2024.
Trubus menilai DKJ saat ini sedang gencar mencari sumber pendapatan daerah. Sebabnya, selama menjadi ibu kota negara, pemerintah DKI Jakarta terbantu dengan kucuran anggaran dari pusat. “Itu diatur DKJ, APBD-nya dicari sendiri,” tuturnya.
Penggunaan pajak rumah di bawah Rp 2 miliar itu, menurutnya, menunjukkan bahwa pemerintah yang dipimpin Heru Budi Hartono sedang mencari pemasukan daerah. “Kelihatannya Pak Pj Gubernur mencoba untuk mengubah aturan sehingga seluruh rumah di bawah Rp 2 miliar semestinya bayar pajak,” ujarnya.
Ketika ditanya apakah ada hubungannya penerapan tarif pajak untuk hunian di bawah Rp 2 miliar dengan pemulihan ekonomi pasca Covid-19, Trubus menepisnya. Ia mengatakan kebijakan pembayaran pajak Rp 0 untuk hunian di bawah Rp 2 miliar sudah diterapkan pada masa jabatan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan kemudian dilanjutkan pada era Anies Baswedan.
Pembebasan pajak tersebut malah dapat dimanfaatkan sebagai salah satu kebijakan politik untuk menarik suara. “Bukan untuk pemulihan ekonomi. Sebelumnya sudah pernah karena Pak Ahok dulu menerapkan itu bahkan di bawah Rp 1 miliar. Jika Pak Anies membuat Rp 2 miliar, itu menjadi persaingan tersendiri,” sebutnya.
Pajak Rp 0 Selama Pandemi Covid-19 di Ibu Kota Jakarta
Di kala pandemi Covid-19, aturan pembayaran pajak Rp 0 kemudian diperpanjang. Kebijakan keringanan pembayaran PBB sudah diterapkan pada 2013 lalu, ketika Joko Widodo menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Jokowi mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 84 Tahun 2013.
Tetapi, keringanan hanya untuk kalangan tertentu seperti mantan pejuang, mantan gubernur, wakil gubernur, mantan presiden dan wakilnya, serta purnawirawan TNI Polri. Mereka diberikan keringanan hingga 75 persen.
Kemudian, peraturan tersebut berlanjut pada masa Ahok. Pada saat itu, Ahok merevisi peraturan tersebut melalui Pergub Nomor 259 Tahun 2015, yang isinya membebaskan pajak rumah dengan NJOP di bawah Rp 1 miliar. Kemudian, pada masa Anies melalui Pergub Nomor 23 Tahun 2022, kebijakan tersebut diperluas lagi dengan membebaskan pajak rumah dengan NJOP di bawah Rp 2 miliar.
Walaupun kebijakan terbaru yang diteken Heru Budi, mengubah aturan itu dengan hanya menggratiskan untuk satu rumah saja yang memiliki harga di bawah Rp 2 miliar.