Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah, menyebutkan ada lebih dari seribu kasus kekerasan seksual di kampus, dari ratusan perguruan tinggi di Indonesia. Data ini diperoleh dari survei yang dilakukan bersama dengan mitra satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).
Dari hasil survei yang diisi oleh 661 kampus kemarin dari Komnas Perempuan saat acara ngobrol bareng bersama mitra satgas PPKS, data yang terkumpul sekitar 1.133 kasus dan 94 persennya korbannya adalah perempuan,” kata Alimatul di UGM, Selasa (23/7).
Lanjutnya, bahkan ada perguruan tinggi yang telah menangani 70 kasus.
“Setelah empat tahun ini, setelah Permendikbudristek dan undang-undang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) disahkan, kemungkinan besar para korban yang selama ini diam akan mulai melaporkan,” jelasnya.
Data Komnas Soal Kekerasan Seksual 80% Membisu
Dari data Komnas Perempuan, 80 persen korban kekerasan seksual selama ini memilih membisu.
“Diam tidak melaporkan. Itu seperti gunung es yang mulai mencair sehingga keberhasilan program Wilayah Bebas dari Kekerasan di perguruan tinggi diukur bukan dari menurunnya kasus, tapi dari sejauh mana laporan atau aduan yang disampaikan kepada institusi itu diselesaikan dengan baik,” bebernya. Lanjutnya, ia juga telah memberikan penjelasan ke sejumlah pihak bahwa menurunnya kasus bukan indikasi keberhasilan. Indikasi keberhasilan saat ini adalah penyelesaian kasus.
“Mungkin untuk lima tahun ke depan baru bisa diukur dari menurunnya kasus,” jelasnya.
Tindakan Hukum Bagi Pelaku
Alimatul mengatakan ada tiga tingkatan hukuman kasus kekerasan seksual, yaitu mulai dari ringan, sedang, sampai berat. Kategori ringan berupa teguran atau permintaan maaf. Kategori sedang berupa skorsing, dan kategori berat berupa pemberhentian.
“Beberapa kasus yang memang tidak selesai di kampus kemudian ada yang banding ke kementerian, dan ada beberapa yang juga melapor ke Komnas Perempuan,” bebernya.
“Komnas Perempuan biasanya akan mengeluarkan surat klarifikasi kepada kampus atau rektor, apakah memang ini terjadi, kemudian mahasiswanya ini ada di sini dan sebagainya,” katanya. Setelah klarifikasi, kemudian dikeluarkan surat anjuran.
“Rekomendasi yang isinya umumnya standar yang ada dalam Komnas Perempuan adalah bagaimana agar pihak kampus melakukan upaya-upaya pemulihan kepada korban, melakukan penindakan terhadap pelaku, dan menyusun mekanisme yang sistematis, bukan hanya ad hoc atau sporadis,” jelasnya.