Ad2stream – Prilly Latuconsina. Dalam dunia hiburan yang gemerlap, citra menjadi aspek yang tak terpisahkan dari seorang public figure. Salah satu aktris yang banyak diperbincangkan, Prilly Latuconsina, baru-baru ini mengungkapkan kegelisahannya mengenai citra diri yang harus ia jaga. Meskipun sering kali terlihat bahagia di media sosial, Prilly ternyata menyimpan kesedihan yang mendalam akibat pandangan publik. Melalui sebuah wawancara, Prilly dengan tulus mengatakan, “Aku takut banget aku dianggap pencitraan selama ini di socmed kayak bahagia-bahagia aja dan nggak ada masalah, tapi ternyata aku menyimpan banyak hal gitu. Gimana ya? Aku takut dianggap kayak gitu.”
Sebagai anak pertama dalam keluarganya, tanggung jawab besar menanti Prilly Latuconsina. Ia merasakan bahwa didikannya lebih keras dibandingkan dengan adiknya, yang menyebabkan dirinya sulit untuk mengekspresikan perasaan. Hal ini ternyata juga berpengaruh pada interaksi Prilly dengan orang tua. “Sebagai public figure, aku nggak mungkin posting-posting kalau aku capek. Karena aku anak pertama di keluarga, aku ngerasa didikan aku kayak lumayan keras dari pada adik aku. Aku nggak terbiasa untuk mengungkapkan apa yang aku rasakan,” ungkapnya.
Dengan sikap tersebut, komunikasi Prilly dengan orang tuanya cenderung datar dan minim kedalaman emosional. “Di depan orang tua pun aku nggak pernah deep talk sampai nangis-nangis gitu. Sekalinya aku diskusi sama orang tua tuh biasa aja nggak pernah yang sampai aku ngelihatin aku tuh cengeng atau gimana,” jelas Prilly. Ini merupakan refleksi yang menggambarkan bagaimana citra dan tekanan yang dihadapi oleh seorang public figure dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara terbuka.
Perubahan pandangan Prilly mulai terjadi setelah ia membintangi film “Bolehkah Sekali Saja Kumenangis“. Melalui film tersebut, ia mendapatkan kesempatan untuk merenungkan mengapa ia sulit untuk jujur dan terbuka tentang perasaannya, bahkan dengan orang-orang terdekat. “Aku nggak terbiasa untuk mengungkapkan apa yang aku rasakan, tapi karena aku nonton hasil filmnya, aku jadi punya ide. Kenapa ya kita nggak bisa jujur kayak gini juga sama support system di keliling kita,” ujar Prilly.
Menariknya, video social experiment yang dihasilkan dari refleksi ini mendapatkan reaksi positif dari netizen. Bahkan, ibunya yang baru mengetahui apa yang sebenarnya dirasakan Prilly langsung menghubunginya dengan penuh emosi. “Mama aku sekarang sampai pagi ini dia telepon aku masih nangis-nangis, kayak ‘Ternyata kamu kayak gitu Mama nggak tahu’, gitu. Mama nggak bisa berhenti nangis, ‘Kamu ternyata gitu ya suka nangis di apartemen?'” ungkap Prilly.
Pengalaman ini menyoroti pentingnya komunikasi yang terbuka dan jujur, baik dalam keluarga maupun dalam lingkungan yang lebih luas. Untuk Prilly Latuconsina, perjalanan menemukan keberanian untuk berbagi perasaan merupakan langkah berani masa kini yang bisa menginspirasi banyak orang. Di balik senyuman dan kesuksesannya, ada lapisan emosional yang patut untuk digali lebih dalam. Keterbukaan dan kejujuran dapat menjadi jembatan untuk mencapai pemahaman yang lebih baik, tidak hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi orang-orang yang mencintainya.