Ad2stream – Waria. Pada tanggal 3 Juli 2024, Kabupaten Morowali di Sulawesi Tengah (Sulteng) diguncang oleh sebuah peristiwa tragis yang menyoroti masalah kekerasan terhadap individu yang memiliki orientasi seksual berbeda. Duwali alias Imel, seorang waria dan pekerja salon, ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan di pinggir jalan Jembatan Baharuru, Desa Baharuru Jalur 16, Kecamatan Bungku Tengah. Penemuan tersebut menggugah perhatian publik dan pihak berwajib, yang segera meluncurkan penyelidikan terhadap kejadian ini.
Kapolres Morowali, AKBP Suprianto, saat dihubungi untuk memberikan keterangan pada hari yang sama, menegaskan bahwa pihak kepolisian menduga Imel merupakan korban pembunuhan. “Iya, dugaan sementara adalah pembunuhan,” ujarnya, sehingga mengawali proses pencarian kebenaran di balik peristiwa ini.
Dalam waktu kurang dari 24 jam, polisi berhasil mengamankan tujuh orang terduga pelaku yang terdiri dari individu-individu berinisial AM, AK, NL, MT, PU, AN, dan ARD. Kasat Reskrim Polres Morowali, Iptu Agus Salim, menjelaskan bahwa para pelaku merencanakan aksi kekerasan ini setelah diwarnai perasaan kesal akibat tindak pelecehan yang mereka alami dari korban. Dalam sebuah pertemuan di sebuah kos di Kecamatan Bungku Tengah, AM mengungkapkan bahwa dirinya sering dilecehkan dan dihubungi oleh Imel, memicu ketegangan di antara mereka.
Para pelaku kemudian merumuskan rencana untuk “memberikan pelajaran” kepada Imel dengan cara penganiayaan. Mereka menghubungi Imel dengan alasan berkenalan dan berencana untuk bertemu guna melakukan hubungan sesama jenis dengan imbalan uang sebesar Rp 150 ribu. Setelah dijemput, Imel dibawa ke Jembatan Baharuru, di mana pemukulan terjadi, menyebabkan ia jatuh dan tidak sadarkan diri.
Dengan menorrong jawaban yang mengejutkan, Agus Salim mengungkapkan bahwa para pelaku awalnya tidak berniat untuk membunuh Imel. Motif dari tindakan kekerasan ini adalah untuk “memberikan pelajaran,” namun berujung pada hilangnya nyawa seseorang. Setelah insiden pemukulan, mereka meninggalkan Imel dalam keadaan tidak sadarkan diri untuk membeli minuman keras. Saat mereka kembali, mereka menemukan Imel telah meninggal dunia. Penemuan ini jelas menggugah rasa kemanusiaan dan kepedulian terhadap masyarakat yang marginal.
Lebih jauh lagi, Agus Salim mengungkapkan bahwa ketujuh pelaku merasa kesal terhadap Imel karena tindakan pelecehan yang mereka alami, selain sering menerima telepon yang tidak diinginkan dari korban. Dia menekankan bahwa setiap pelaku memiliki peran yang berbeda dalam kejadian tersebut, mulai dari menjemput, melakukan penganiayaan, hingga memantau keadaan Imel.
Kasus ini mengingatkan kita akan kondisi sosial yang masih perlu diperbaiki, terutama terkait perlindungan individu yang berada di dalam komunitas minoritas. Keterlibatan pemerintah dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang aman dan menghargai perbedaan sangat penting. Seharusnya, setiap individu, tanpa memandang orientasi seksual, berhak hidup dalam damai dan keberanian untuk menjadi diri mereka sendiri, tanpa ancaman kekerasan.
Kita berharap agar proses hukum dapat berjalan adil, serta mengingatkan kita semua untuk lebih sadar dan peduli terhadap isu-isu kekerasan dan diskriminasi di sekitar kita. Kejadian ini bukan hanya tentang keadilan bagi Imel, tetapi juga tentang mendorong perubahan sosial yang positif.