Ad2stream – Inses Disabilitas. Apa itu Inses, suatu hubungan seksual yang terjadi antara dua orang yang memiliki hubungan darah dekat, adalah suatu perilaku yang melanggar norma sosial, hukum, dan agama. Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia, dan sering kali mengundang kontroversi serta reaksi kuat dari masyarakat. Salah satu kasus yang menyita perhatian publik adalah insiden yang melibatkan inses wanita disabilitas berinisial AG (18) yang dialami di Kabupaten Pringsewu, Lampung, pada tahun 2019. Kasus ini mengguncang masyarakat serta memunculkan berbagai diskusi mengenai perlindungan anak dan bagaimana masyarakat menangani isu-isu kekerasan dalam rumah tangga.
Kasus Memprihatinkan
Kisah AG dimulai ketika dia dengan polosnya menceritakan kepada seorang psikolog bahwa dia telah diperkosa oleh ayah, kakak, dan adik kandungnya. Hal ini sangat mencengangkan, terutama karena AG tidak menyadari bahwa dirinya adalah korban kekerasan seksual. Dalam penjelasan yang disampaikan oleh Tarseno, anggota Satgas Merah Putih Perlindungan Anak Pekon Panggungrejo, AG menggambarkan pengalaman traumatisnya dengan kata-kata sederhana yang menyoroti betapa naif serta rentannya dia terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan orang-orang terdekatnya.
Pernyataan AG, “kalau malam bapaknya suka naikin, buka celana, itunya bapak dimasukkin,” menjadi titik awal pengungkapan kasus ini. Persepsi AG tentang kejadiannya yang dianggap biasa menunjukkan bahwa ia tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang batasan hubungan yang sehat dan tidak sehat.
Ekspedisi Pencarian Kebenaran
Setelah mendengar cerita AG, Tarseno dan timnya langsung bergerak untuk menggali lebih dalam informasi mengenai situasi AG. Dengan berkoordinasi dengan pemilik warung tempat AG sering mengunjungi, mereka berhasil mendapatkan pengakuan lebih lanjut dari AG. Pendekatan yang dilakukan oleh tim Satgas, yang melibatkan anggota perempuan untuk berinteraksi langsung dengan AG, menunjukkan sensitivitas dan pemahaman atas keadaan psikologis korban, serta kebutuhan untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi korban untuk berbicara.
Pada tanggal 20 Februari 2019, setelah mengumpulkan cukup bukti, mereka melaporkan kasus inses disabilitas ini ke Polsek Sukoharjo. Di tempat kejadian, petugas mengungkap bahwa keluarga AG sangat tertutup dan tidak ada yang mengetahui apa yang terjadi. Reaksi dari pelaku, terutama JM (ayah AG), yang tidak merasa bersalah dan bahkan bertanya “ada apa ini?” menunjukkan betapa normalisasi kekerasan telah terjadi dalam keluarga tersebut.
Proses Hukum dan Implikasinya
Setelah dilaporkan, kasus ini diserahkan kepada Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Tanggamus. Tindakan hukum segera diambil, dan ketiga pelaku — JM (ayah AG), SA (kakak), dan YF (adik) — ditangkap dan ditahan dengan berbagai pasal, termasuk Pasal 76D jo Pasal 81 ayat (3) UU RI No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Kasus ini menyoroti betapa seriusnya dampak dari inses disabilitas terhadap anak, terutama bagi mereka yang memiliki keterbatasan. Terlebih lagi, pengakuan JM bahwa ia memanfaatkan kondisi AG sebagai pelampiasan hasrat seksual menambahkan lapisan mengerikan lainnya pada kasus ini. Ini juga mencerminkan adanya kekosongan dalam pendidikan seksual dan pemahaman hak-hak anak, terutama di komunitas yang mungkin memiliki stigma atau tabu terkait diskusi tersebut.
Dampak Sosial dan Masyarakat
Kasus inses disabilitas di Pringsewu ini menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan anak dan kebutuhan untuk memberikan pendidikan yang lebih baik mengenai batasan kesehatan dalam hubungan interpersonal. Komunitas perlu bersatu untuk menjadi suara bagi mereka yang tidak dapat bersuara, terutama untuk anak-anak dengan disabilitas yang mungkin kurang mendapatkan perhatian dan perlindungan.
Dalam menghadapi kasus-kasus serupa, penting bagi masyarakat untuk tidak hanya menanggapi dengan kemarahan dan keterkejutkan, tetapi juga mengambil langkah preventif untuk mendidik kelompok masyarakat tentang bahaya inses dan pentingnya perlindungan anak. Melainkan itu, upaya nyata dari pemerintah, non-pemerintah, dan lembaga sosial dalam membangun jaringan perlindungan yang efektif bagi anak-anak juga menjadi sangat penting.
Kesimpulan
Kasus inses tragis wanita disabilitas di Pringsewu, Lampung, memasukkan berbagai dimensi isu sosial yang kompleks, mulai dari kekerasan dalam rumah tangga hingga perlindungan anak. Kasus ini merupakan pengingat bagi kita semua tentang pentingnya menciptakan lingkungan yang aman, di mana anak-anak dianggap sebagai individu yang berharga dan hak-hak mereka dilindungi. Dengan bekerja sama, edukasi, dan advokasi yang berkelanjutan, kita dapat berusaha mengurangi dan mencegah kejadian-kejadian serupa di masa mendatang.